ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Jakarta- Badan Gizi Nasional (BGN) merespons kritikan soal spageti dan hamburger masuk menu program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kritikan itu dilontarkan mahir gizi komunitas, dr Tan Shot Yen.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang mengatakan, spageti dan hamburger merupakan menu permintaan dari para siswa. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mengabulkan permintaan itu untuk mengatasi rasa jenuh siswa dengan nasi sebagai sumber karbohidrat.
"Mohon maaf ada nan mengkritik, 'Masa ada spageti? Masa ada burger diberikan, apa gizinya?' Jadi itu, minta maaf, itu tidak selalu. Jadi anak-anak SPPG ini punya kreativitas, produktivitas gini ayo, biar enggak jenuh makan nasi," kata Nanik dalam bertemu pers nan diselenggarakan di Kantor BGN, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Nanik menjelaskan bahwa para siswa diperbolehkan untuk mengusulkan permintaan menu MBG nan bakal mereka konsumsi. Namun, menu permintaan itu hanya boleh sekali dalam seminggu.
Bukan Menu Harian
Dia menegaskan bahwa menu seperti spageti dan burger bukanlah makanan harian nan rutin disajikan dalam program MBG.
Nanik menjelaskan, siswa di wilayah terluar mungkin saja mengetahui spageti dan burger dari media sosial, sehingga menu tersebut lah nan diminta ke SPPG untuk dimasak.
"Mungkin dia nontonnya di TV alias nonton di YouTube ya, terus kemudian mau makan apa, satu minggu itu boleh request satu kali. Jadi anak-anak boleh request satu kali, agar enggak jenuh dengan makanan ini. Jadi itu tidak day to day kita berikan seperti itu," kata Nanik, dilansir Antara.
Ahli Gizi Kritik Tajam Menu MBG
Ahli gizi komunitas, dr Tan Shot Yen mengkritik tajam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dia heran menu MBG tidak menggunakan pangan lokal. Justru diisi burger hingga spageti.
"Saya pengen anak Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengen anak Sulawesi bisa makan kapurung. Tapi nan terjadi, dari Lhoknga sampai dengan Papua nan dibagi adalah burger,” kata Tan dalam rapat berbareng komisi IX DPR RI di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Burger merupakan makanan nan berasal dari Amerika Serikat (AS). Namun, istilah hamburger pertama kali dikenal di Hamburg, Jerman.
Menurutnya, penggunaan menu seperti burger dan spageti dalam program MBG sangat tidak mencerminkan semangat kedaulatan pangan. Dia juga menyoroti kualitas bahan nan digunakan. Meski burger terlihat ‘fancy’ di pusat, dengan isian chicken katsu, namun di wilayah kualitasnya bisa sangat berbeda.
"Maaf ya, itu isi burgernya kastanisasi juga. Kalau di pusat biar keliatan bagus pakai chicken katsu, tapi coba nan di wilayah nan SPPG-nya juga agak sedikit main, dikasih itu loh, barang tipis berwarna pink,” ucapnya.
Dia apalagi menyindir rasa dan tampilan dari makanan tersebut nan menurutnya jauh dari layak.
“Saya aja enggak pernah mengatakan ini adalah daging olahan, saya aja nista bilang itu daging olahan, saya enggak tahu itu produk apaan. Itu rasanya kayak karton warnanya pink,” kata Tan.